Berbicara tentang pemuda memang tak pernah ada habisnya. Apalagi di
abad 21 ini. Cobalah, lemparkan satu saja pertanyaan kepada para tetua
tentang para pemuda zaman sekarang, maka hampir sebagian besar dari
mereka, hanya sanggup menggelengkan kepala atau mungkin justru sumpah
serapahlah yang keluar dari mulut mereka.
Mengapa? Jelas, karena
hampir sebagian besar kata pemuda, seringkali dikaitkan dengan kata
pemabuk, pencuri, pengangguran, berandalan, dan yang baru marak
akhir-akhir ini, pembegal. Kalau tidak percaya, bisa kita intip di
berita harian televisi, ada berapa banyak pemberitaan mengenai pemuda
yang masuk bui akibat tindak kejahatan mereka? Ada berapa banyak nyawa
mereka yang melayang dengan sia-sia hanya karena miras oplosan atau
tawuran pelajar?
Kita yang juga pemuda ini, harusnya miris bin
eneg dengar stigma yang menyakitkan hati ini. Kita kan nggak melakukan
itu, tapi imbasnya kita juga yang tertuduh. Lagi pula, mengapa justru
image seperti ini sih yang menyebar di media-media cetak, audio, maupun
audio visual Indonesia? Para pemuda yang digadang-gadangkan menjadi
pemimpin, penggerak dan pembawa Indonesia menuju ambang kesuksesan,
justru malah terpuruk, tak tentu arah. Seolah tak punya semangat dan
motivasi melihat kondisi bangsanya yang carut marut tak karuan.
Cobalah,
kita tanyakan sekali lagi kepada para tetua tentang para pemuda. Bukan,
bukan di masa kini, tapi pemuda di masa mereka. Perhatikanlah raut muka
mereka, maka kita akan melihat mata mereka yang mulai sayu, seolah
kembali menjadi muda. Dengan penuh senyuman yang berseri-seri, mereka
akan menceritakan kehebatan mereka di masa itu. Perjuangan mereka
merebut kembali tanah air tercinta. Tak terbayangkan darah, air mata,
serta keringat yang telah mereka kucurkan kala itu terbayar dengan
kemerdekaan Indonesia. Tapi apa? Apa yang diperbuat para pemuda zaman
sekarang untuk berterima kasih pada para kakek dan neneknya? Hura-hura,
pacaran, sex bebas, aborsi, menyedihkan sekali.
Stigma buruk
tentang para pemuda masa kini inilah yang harus kita ubah. Generasi kita
dan generasi orang tua kita tidaklah terpaut jauh. Perkembangan
teknologi yang sedemikian pesat seolah menjadi jembatan panjang
perbedaan kita. Pemuda masa kini terlampau nyaman dengan fasilitas serba
canggih di sekitarnya. Bukannya terpacu semangat memanfaatkan kemudahan
yang ada, malah justru loyo dan berleha-leha, menganggap bahwa waktu
mudalah saat yang tepat untuk bersenang-senang. Tak ada kerja keras.
Lalu
mengapa? Mengapa harus pemuda yang menjadi sorotan? Mengapa bukan orang
dewasa? Bukankah mereka lebih bijak dan stabil emosinya? Lalu mengapa
pula Bung Karno pernah ngotot mengatakan “Beri aku 10 pemuda, maka akan
aku goncang dunia!” Apa pula maknanya itu? Tak lihat apa mereka itu
pembuat onar?
Tapi ternyata, di balik image pemuda yang serba
amburadul gak jelas, Allah memberikan keistimewaan yang begitu besar
pada kita para pemuda. Iya, kita. Usia, kesempatan belajar, idealisme,
dan energi, itu semua milik para pemuda. Tak hanya itu, Allah juga
menganugerahkan kita kekuatan intelektual, ingatan, dan analisa yang
tajam. Ingat Muhammad Al Fatih sang penakhluk kokohnya benteng
Konstantinopel? Atau Salman al Farisi, pencetus ide pembuatan parit
untuk menghadang puluhan ribu musuh yang tak sebanding jumlahnya dengan
kaum muslimin kala itu? Atau Khalid bin Walid, panglima perang yang tak
pernah kalah sepanjang hidupnya dalam peperangan, bukan hanya
kepiawaiannya dalam menggunakan senjata, tapi juga kecerdasannya
mengatur strategi perang. Berapa usia mereka? Masih sangat belia…
merekalah para pemuda yang memberi andil besar dalam tonggak sejarah
Islam.
Jika Bung Karno hanya butuh 10 pemuda, maka di sinilah
Indonesia memiliki hampir 63 juta pemuda. Potensi yang sangat besar
untuk menjadi “otak” penggerak lajunya roda pembangunan bangsa dan
negara kita. Tenaga produktif yang mampu menciptakan ide-ide baru, segar
dan nyentrik.
Potensi besar para pemuda inilah yang sangat
penting untuk dididik, dibina, dikembangkan, serta diarahkan agar dapat
menghasilkan kontribusi yang positif bagi pembangunan nasional. Agar tak
menjadi sampah, tapi Hero di masyarakat. Agar tak hanya sekadar benalu,
tapi pohon kokoh yang berdiri dengan tegak dan menjadi tempat bernaung
bagi yang lain.
Tak perlu kita berkecil hati bergelar pemuda
Indonesia, bukan Jepang atau Amerika yang sangat maju. Di balik image
kelam pemuda Indonesia yang tersorot di media tv, masih banyak
kuntum-kuntum yang tengah mekar berprestasi mengharumkan nama Indonesia
di kancah dunia. Ada Ahmad Zainuri, penemu Brailevoice, ada
Nurul dan Nanda yang menemukan bahwa energi matahari dan urine dapat
berubah menjadi energi listrik, ada ratusan pemuda lainnya yang
menghebatkan diri melawan kemalasan dan serius menekuni potensi mereka
hingga mampu tumbuh dan menjadi sosok inspirator yang dihargai dunia
karya-karyanya.
Jadi, masih bertanya mengapa harus pemuda?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar